![]() |
Tumenggung Tarib saat menjelaskan tentang adat orang rimba kepada mahasiswa Universitas Jambi, Foto Alfan |
Hutan adalah sumber kehidupan bagi Orang Rimba di Bukit dua belas, Jambi, Indonesia. Masuknya para pendatang yang membuka lahan perkebunan kelapa sawit, jadi ancaman buat orang rimba. Tumenggung Tarib, berinisiatif untuk membangun pagar yang memisahkan wilayah orang rimba dengan pendatang yang dikenal dengan istilah Hompongan. Karena keberhasilannya menyelamatkan hutan dengan hompongan dia diberikan penghargaan dari Yayasan Kehati tahun 2000 dan memperoleh Kalpataru di tahun 2006 dari Pemerintah.
Siang itu Tumenggung Tarib sedang menjelaskan tentang Adat
istiadat Orang rimba kepada sekelompok Mahasiswa saat kami mendatanginya. Tumenggung
adalah pemimpin dalam struktur komunitas adat orang rimba. Tumenggung Tarib
menuturkan keberhasilanya membangun hompongan ke pada kami hingga dia diganjar
Kalpataru, penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup dari Pemerintah.
“Saya nih buat hompongan untuk menyelamatkan rimba, jadi
rimba jangan sampai abis, karena orang rimba hidupnya didalam rimba. Jadi kalau
rimba habis, kan orang rimba hidupnya dari dalam rimba. Begini pak, orang rimba
nih kalau cari makanan di luar susah, tapi kalau dio nyari makanan didalam
hutan itu dia bisa hidup. tutur Tarib. ”
![]() |
Tumenggung Tarib saat menerima Kalpataru dari
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono/ Foto : Istimewa
|
Orang rimba sangat bergantung pada hutan, mereka masih
menjalankan pola hidup komunal primitif yaitu berburu dan meramu untuk bertahan
hidup. Membangun hompongan adalah langkah strategis melindungi komunitas
orang rimba. Tumenggung Tarib menjelaskan bagaimana ide hompongan itu
bermula, kepada saya. “ Iyo awalnya kito berladang bapak, jadi berladang
dari tahun-ke tahun bikin memanjang, bikin batas, itu bikin hompongan. Jadi
kareno kito berduo dengan orang rumah berunding. Nah macam mano kalau kito bikin
hompongan, jadi kato orang rumah, ngapo bikin hampongan. Kito melarang rimbo
ini, kalau adat orang Jambi, kalau sebelah ladang kanti itu tidak boleh diambi,
samo dengan memotong leher.”
Ada kebiasaan yang sering dilakukan orang rimba, yaitu
Belangun. Belangun adalah adat orang rimba yang berpindah tempat
ketika ada keluarga atau kerabat meninggal. Hal ini bisa dilakukan selama
bertahun-tahun. Ini juga yang ditanyakan kader-kader Komunitas Konservasi
Indonesia (KKI) - Warsi yang konsern mengadvokasi orang rimba kepada Tumenggung
Tarib. “Jadi tahun ketahun itu sampai Warsi tanyo,biasanya kan orang
rimba itu pindah sana, pindah sini, berlandang situ berladang sana. Kok
sekarang bapak disini terui berladang terui. Ah jadi saya ngomong, ah saya bikin
hompongan. Untuk membatai antara trans dengan hutan supayo rimbo ini tidak
habis, ujar tarib.”
Pagar Taman Nasional Bukit Dua Belas
Keberadaan orang rimba yang terus tergerus kepentingan
perkebunan kelapa sawit dan tidak jelasnya batas-batas wilayah perkebunan
dengan hutan menjadi alasan Tumenggung tarib membuat hompongan. Ditemani
Ngangkus anak keenamnya kami menengok Hompongan yang dibangun cukup sederhanya.
Dia hanya menanam pohon karet yang mudah merawatnya sebagai batas kampung
dan hutan. Sebelum ada hompongan, orang luar rimba masuk kehutan untuk
mengambil kayu dan berladang.
Tahun 2000 atas usulan kader KKI-Warsi, Tumenggung Tarib
memperoleh penghargaan dari Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) atas
upayanya mempertahankan hutan lewat hompongan yang dibangunnya. Staff
Komunikasi Yayasan Kehati, Diah R. Sulistiowati menjelaskan alasan yang membuat
Tumenggung Tarib diberikan penghargaan.“Setelah nominasi biasanya dilakukan
verifikasi lapangan kemudian diputuskan siapa pemenangnya, dan ditahun 2000
kita memutuskan pemenangnya pak tarib. Kenapa kita memutuskan pak tarib pemenangnya
kenapa, karena sangat luar biasa yang dilakukan pak tarib. jelas sulis.”
|
Sulis juga menjelaskan hompongan yang dibuat oleh tumenggung
tarib cukup sederhana. Dia hanya menanam karet sebagai pembatas wilayah orang
rimba dan pendatang. " Kenapa karet karena mereka masih bisa mengambil
getah karet itu. Tidak hanya asal tanam tetapi ada maknanya kenapa karet,
tambah sulis."
Dia tanami sekelilingnya dengan karet sebagai penanda
wilayah, jadi ketika ditanya mana wilayah orang rimba, mereka akan lebih mudah
menjawabnya. Tarib kini yang sudah memeluk agama Islam adalah pengusaha
yang sukses, uang yang didapatnya dari Yayasan Kehati tidak dihamburkannya,
melainkan didepositokan pada sebuah bank yang bunganya dipakai untuk modal
usahanya kini.
Apa yang Tumenggung tarib lakukan layak menjadi contoh bagi
semua orang. Terlebih komunitas orang rimba yang terus-menerus termarjinalkan.
No comments:
Post a Comment